Sebagaimana saya sebutkan, tadi, selagi orang-orang khidmat mengikuti acara wisuda, saya malah onlen di kantor. Lama-lama kelelahan, ngantuk, ngeloyor ke kelas, mencari karpet, dan tumbang.
Bangun satu jam kemudian, meihat jam, setengah sebelas siang. Teringat di aula, banyak orang-orang, sedang prosesi wisuda. Kalau tidak ke sana, rasanya sayang.
Motor saya hidupkan. Melesat menuju aula. Bukan mau wisuda. Sebagai penggila nulis, saya cuma cari ide.
Tiba di tempat masih ramai. Terdengar dari dalam gedung, nama seorang demi seorang dipanggil dengan nada santai menggema. Terasa ingin, owh seandainya saya yang dipanggil. Tapi ah, kemewahan sementara. Tidak ikut pun tak masalah. Cukuplah saya melihat.
Kaki melangkah menuju gedung, menuju pintunya, melewati meja yang di belakangnya duduk dua orang penerima tamu. Hasrat menuntut saya melihat salah seorangnya, namun saya tahan. Melihat dia hukumnya haram. Lurus saja ke depan.
Namun oh...."Pak!" Dia memanggil.
"Ada apa?" dan wajah peri asmara itu, kembali nyata di hati tuaku.
"Ini pakaian wisuda siapa?"
"Punya saya."
"Cepetan pakai!"
"Ah, tak mau."
"Kasihan istrimu di rumah, pasti dia mau foto wisudamu."
Ucapannya benar. Istri saya selalu mendesak, agar saya ikut wisuda, supaya nantinya foto-foto. Supaya jika pulang nanti, ada kenang-kenangan buat dipajang di rumah. Heran, bagaimana gadis penerima tamu ini tahu keinginan istri saya.
Ya, baiklah. Saya setuju saranmu. Akan saya pakai baju wisuda ini, saat ini juga.
"Kalau begitu, maukah kau bantu pakaikan baju ini untukku, Renjani?"
"Ah, tak mau."
Mulutnya manyun.
No comments:
Post a Comment